Oleh Syarifah Rahmatillah, Direktur Eksekutif Mitra Sejati Perempuan Indonesia (MiSPI).
BOROS
adalah gaya hidup gemar berlebih-lebihan dalam menggunakan harta, uang
maupun sumber daya yang ada demi kesenangan saja. Boros juga dapat
didefinisikan sebagai suatu perbuatan, ucapan atau tingkah laku manusia
yang melebihi batas kewajaran atau keperluan. Kebiasaan boros bisa
membutakan seseorang terhadap orang lain yang membutuhkan di sekitarnya,
sulit membedakan antara yang halal dan yang haram, mana yang boleh dan
mana yang tidak boleh dilakukan.
Islam menganjurkan atau
memerintahkan umatnya untuk bersikap atau mempunyai sifat yang
sederhana, karena harta yang mereka pergunakan akan diminta
pertanggungjawaban pada hari perhitungan. Islam melarang umatnya untuk
menghambur-hamburkan harta dan melarang keras tindakan boros atau
mubazir, sebagaimana firman Allah Swt: “Dan makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Dalam
kaitannya dengan ibadah di bulan suci Ramadhan yang sedang kita jalani
ini, alangkah baik dan bijaksananya jika kita memiliki kemampuan lebih
dari segi harta, dibelanjakan pada jalan Allah. Hal ini bisa dilakukan
dengan mengeluarkan infak dan sedekah guna membantu orang lain yang
memang sangat membutuhkannya. Banyak cara lainnya yang dapat dilakukan
untuk memaksimalkan nilai Ramadhan dan membentuk diri menjadi hamba
Allah yang bersyukur.
Mengeluarkan infak dan zakat dengan teratur
serta menjauhi sifat mubazir dalam berbelanja, makan-minum, dan
lain-lain di dalam bulan Ramadhan ini. Perilaku mubazir mengurangi
amalan sedekah. Padahal, amalan sedekah akan mendapat ganjaran pahala
yang besar dari sisi Allah Azza wa Jalla. Sedekah dan peduli sesama akan
membuka berpuluh-puluh pintu kebaikan dan rezeki.
Hindari
berlebih-lebihan dalam hal menyediakan makanan berbuka maupun sahur.
Perbuatan berlebihan akan membuat ahli keluarga sibuk. Mereka akan
kehilangan peluang di bulan Ramadhan untuk memperbanyak tilawah Al
Quran. Tentulah pula masa keemasan Ramadhan akan hilang lenyap tanpa
bekas dalam jiwa dan pembinaan karakter dengan shaum Ramadhan.
Menjelang
akhir Ramadhan, Rasulullah saw beserta para sahabat, juga generasi
terbaik umat Islam selanjutnya, justru mengetatkan “ikat pinggang” untuk
beribadah kepada Allah Swt. Mereka benar-benar tak ingin melewatkan
satu malam pun tanpa ibadah, shalat Lail, Tartil Qur’an, zikir maupun
istighfar kepada-Nya. Bukan dengan melakukan pemborosan atau sifat-sifat
mubazir lainnya.
Perilaku boros dan mubazir dalam berbelanja guna
menyambut lebaran, bukanlah esensi dan prinsip ajaran Islam. Apalagi
jika dikaitkan dengan syariat puasa Ramadhan. Boros dan mubazir adalah
pelanggaran prinsip dan ajaran Islam. Mubazir sangat dilarang sampai
Allah menganggapnya sebagai saudara syaitan, sebagaimana firmanNya:
“Sesungguhnya orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu sangat inkar kepada Tuhan.” (QS al-Isra’: 27).
Bulan
Ramadhan juga memiliki dimensi sosial yang tinggi dengan beragam syariat
di dalamnya. Menahan lapar dan haus adalah satu tarbiyah puasa agar
seorang Muslim dapat merasakan lapar dan dahaga yang dirasakan kaum
fakir miskin. Di sini, umat Islam diminta kepekaan dan sensitifitasnya
terhadap penderitaan orang lain. Dari kepekaan ini akan memunculkan
sikap peduli untuk membantu dan menolong sesamanya.
Islam tidak
melarang umatnya berbelanja, tetapi mengajarkan umatnya tata cara
berbelanja yang benar, secara sederhana. Ketika berbelanja menyambut
lebaran, misalnya, kita juga seharusnya memikirkan nasib saudara
seagama, yang menyambut lebaran dalam keadaan serba kekurangan. Alangkah
indahnya jika kelebihan harta yang akan digunakan untuk berbelanja yang
tidak perlu itu, diarahkan ke zakat, infak dan sedekah.
Ajaran
zakat, infak dan sedekah memupuk semangat kepedulian dalam berbagi harta
benda pada orang lain. Hal ini dimunculkan agar umat Islam tidak
terlalu mencintai harta benda, juga sebagai penegasan bahwa di dalam
harta yang dimilikinya itu, masih ada hak orang tak punya yang harus
dipenuhi. Alangkah indahnya ajaran dan prinsip Islam yang terkombinasi
dalam satu bulan yang disebut Ramadhan ini.
Kita mestinya sadar
bahwa Ramadhan yang telah kita lalui telah mendidik kita agar selalu
hemat dalam berbelanja. Hasil tarbiyah yang kita terima di bulan
Ramadhan ini, kita manfaatkan untuk mengarungi kehidupan dalam sebelas
bulan yang akan datang. Selamat menjalankan ibadah puasa, dan selamat
menggapai cinta kasih Allah
No comments:
Post a Comment